Setelah lebih dari enam bulan saya nyaris rutin melakukan grounding – minimal tiga kali seminggu – memang terasa ada perubahan. Pegel-pegel yang semula selalu terasa sepanjang hari, belakangan hanya muncul di saat tertentu, biasanya ketika trigliserida njeplak tinggi. Tekanan darah pun relatif stabil di kisaran 120/90, dari semula yang hampir selalu di atas 140/95. Manfaat lain yang tak kalah penting, semangat untuk ngamuk jauh berkurang.
Tapi belakangan saya sempat ragu. Apakah grounding benar-benar berpengaruh terhadap kondisi fisik, atau semua yang saya rasakan itu hanya efek plasebo belaka?
Meskipun dijawab dalam narasi berbeda-beda, kesimpulannya seragam: sudah ada penelitian, walau jumlah sampelnya kecil, desainnya beragam, durasinya pendek, dan mekanisme biologisnya belum sepenuhnya diterima komunitas ilmiah. (Jujur, yang terakhir ini saya tidak paham maksudnya—jadi percaya wae lah.)
ChatGBT bahkan memberi rujukan lebih rinci, di antaranya:
-
Grounding the Body Improves Sleep Quality in Patients with Mild Alzheimer’s Disease
-
Effectiveness of Grounded Sleeping on Recovery After Intensive Eccentric Muscle Loading
Saya tidak lagi punya alasan untuk ragu. Beberapa penelitian terbatas memang menunjukkan bahwa grounding dapat membantu meringankan berbagai gangguan kesehatan: kelelahan kronis, depresi, kecemasan, gangguan tidur, serta inflamasi.
Bagaimana Grounding Bekerja di Dalam Tubuh
Penjelasan ilmiahnya ternyata lumayan menarik. Grounding adalah aktifitas menghubungkan tubuh secara langsung dengan permukaan bumi, salah satu caranya dengan berjalan tanpa alas kaki di tanah, rumput, atau pasir. Bumi memiliki muatan listrik negatif dalam bentuk elektron bebas. Saat kulit kita bersentuhan langsung dengannya, sebagian elektron tersebut pindah ke tubuh.
Elektron-elektron ini berperan sebagai antioksidan alami, membantu menetralkan radikal bebas yang bermuatan positif—zat yang sering dikaitkan dengan peradangan, penuaan dini, dan berbagai penyakit degeneratif.
Selain efek elektrik itu, ada juga penjelasan biofisika lain. Tubuh manusia sejatinya adalah sistem listrik yang halus—detak jantung, sinyal saraf, bahkan aktivitas otak semuanya melibatkan arus listrik mikro. Saat kita terisolasi terlalu lama dari bumi (karena mengenakan sepatu ber-sol karet, lebih sering berpijak di lantai semen, atau akibat gaya hidup modern yang serba elektrik), sistem listrik tubuh seolah terputus dari referensi alaminya. Grounding memulihkan keseimbangan potensial ini, menstabilkan sistem saraf otonom, dan membantu tubuh kembali pada keadaan rest and repair—bukan terus-terusan dalam mode fight or flight.
Beberapa penelitian juga menunjukkan efek fisiologis nyata: penurunan kadar kortisol (hormon stres), perbaikan variabilitas detak jantung (HRV), dan kualitas tidur yang lebih baik.
Singkatnya, grounding tidak hanya menyentuh tanah, tapi juga menyambung kembali diri kita ke sistem besar kehidupan yang menopang semuanya.
Kembali ke Tanah, Kembali ke Diri
Apakah semua itu efek biologis murni, atau sebagian karena sugesti positif, sekarang tidak terlalu penting lagi bagi saya. Yang jelas, tubuh saya terasa lebih ringan, pikiran lebih tenang, dan semangat ngamuk lebih mudah reda. Mungkin, seperti pepatah lama, semua yang hidup memang berasal dari tanah — dan untuk tetap seimbang, kita perlu sesekali menyentuh asal kita kembali.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar