19 Oktober 2025

Berdamai Dengan Emosi Berdamai Dengan Diri

Me Time


Setelah membuktikan sendiri bahwa latihan pernafasan dalam mampu mengurangi pegel dan capek, serta membantu tekanan darah saya tetap stabil di kisaran normal, saya mulai penasaran. Apa sebenarnya yang terjadi di dalam tubuh saya?  Mengapa hanya dengan mengubah cara bernafas dan mengatur polanya, bisa membawa perubahan nyata – sekalipun hanya sedikit.

Rasa penasaran itu kemudian membawa saya pada penjelajahan intelektual yang tak terduga. Dengan bantuan AI, saya menjangkau lebih banyak sumber referensi baru yang sebelumnya tidak terpikirkan. Tidak hanya mendalami penjelasan lengkap tentang pernafasan dalam, tapi juga diperkenalkan pada konsep grounding — teknik menyatukan diri dengan alam untuk meredakan kecemasan.

Terakhir, saya mendapatkan penjelasan sangat rinci tentang tapping atau Emotional Freedom Techniques (EFT). Terapi yang dulu saya anggap sekadar tren populer berbalut afirmasi manis dan efek plasebo belaka, ternyata memiliki dasar neurologis yang dapat dijelaskan.

Semakin banyak saya membaca dan mencoba, saya semakin mengerti bahwa tubuh dan pikiran ternyata jauh lebih terhubung daripada yang saya kira. Semakin banyak saya membaca dan mencoba, saya semakin mengerti bahwa tubuh dan pikiran ternyata jauh lebih terhubung daripada yang saya kira. Kondisi kesehatan saya yang sekarang bisa dibilang “berantakan” ini, sepertinya bukan semata-mata karena pola makan dan minum yang asal nuruti lidah, atau kebiasaan minum suplemen secara ugal-ugalan. Melainkan karena saya membiarkan tubuh merusak dirinya sendiri melalui emosi yang tidak terkontrol.

Emosi, seperti yang kemudian saya pahami, punya peran luar biasa dominan terhadap kondisi tubuh. Emosi negatif yang dipendam, dan seringkali tanpa disadari, adalah racun yang bekerja secara perlahan. Menggerogoti energi mental, memicu stres kronis, dan pada akhirnya mengacaukan keseimbangan hormon-hormon dalam tubuh. Dampak berantainya, sistem kekebalan tubuh melemah, dan risiko penyakit kronis seperti gangguan jantung, hipertensi, hingga kanker pun meningkat. Bahkan, pikiran yang gelisah dan tak tenang bisa menjelma menjadi gejala fisik yang nyata, seperti gangguan pencernaan (IBS), sakit kepala, atau rasa lelah kronis yang tak kunjung hilang meski tidur sudah cukup.

Pemahaman ini juga membuat saya memandang efek plasebo dari sisi yang baru. Bukan sekadar “khayalan semata”, melainkan respons fisiologis nyata yang dipicu oleh harapan positif. Ketika seseorang sungguh-sungguh percaya bahwa suatu tindakan terapi akan menyembuhkan, otak merespons dengan melepaskan koktail neurokimiawi seperti endorfin, dopamin, serotonin, dan oksitosin, yang secara aktif meredakan nyeri, membuat pikiran lebih tenang, dan menciptakan rasa nyaman secara emosional.

Sekarang saya paham, mengapa dulu dokter memberi saran supaya saya juga konsultasi ke psikolog. Untuk kondisi saya saat itu, pengobatan medis tidak akan banyak memberi manfaat – bahkan kemudian membuat saya semakin jauh dari sehat, karena emosi yang menjadi biang kekacauan belum ditangani dan diperbaiki.

Mungkin suatu saat nanti saya akan kembali ke dokter, tapi bukan sekarang. Berurusan dengan emosi tidak segampang nyomot tempe dari piring. Tubuh saya yang sudah ringkih ini perlu disiapkan dulu, supaya kuat menerima bantuan dari luar.

Sementara saya belajar berdamai dengan emosi, saya memilih menggunakan pernafasan dalam, grounding dan tapping terlebih dahulu. Bukan untuk sembuh, tapi untuk merawat diri sembari membantu tubuh mendapatkan keseimbangan baru.

Pemahaman terhadap kerja hormon dan keterkaitan emosi terhadap aktifitas otak membuat saya tidak lagi memerlukan afirmasi. Saya tahu, ketika satu titik tertentu di tubuh diberi stimulasi, akan berpengaruh terhadap aktifitas otak, dan menimbulkan reaksi berantai ke seluruh tubuh. Yang perlu saya lakukan hanya tenang, tidak sambat, dan tidak memaksakan sesuatu terjadi. Tubuh punya caranya sendiri. 

Apakah benar Emotional Freedom Techniques (EFT) bisa mengubah nasib? Saya belum berpikir ke arah sana. Untuk saat ini, saya memilih fokus pada kondisi fisik terlebih dahulu.

Tidak ada komentar: