27 Maret 2023

Fortuna Fortis Adiuvat

 


Orang Romawi kuno bilang, "Fortuna Fortis Adiuvat." Keberuntungan berpihak kepada orang yang berani.

Kalimat itu terdengar gagah, penuh semangat, dan cocok dicetak besar di poster motivasi. Tapi sepertinya mereka tidak pernah mengalami betapa menyesakkannya hidup ketika tagihan rumah sakit datang bertubi-tubi, sampai sempat lupa cara bernapas. Atau duduk di depan dokter yang wajahnya tetap datar saat ia berkata, "Ini kanker stadium tiga."

Keberanian saya selama ini paling banter cuma parkir di tempat terlarang—itu pun sambil deg-degan, takut ketahuan polisi. Tapi hidup, seperti biasa, senang memberi kejutan level dewa. Sejak istri saya didiagnosis kanker, hidup kami seperti naik roller coaster, terguncang keras dan naik turun tanpa tahu kapan akan berhenti.

Dari sanalah saya belajar, ternyata fortuna, Dewi Keberuntungan, juga bisa datang kepada orang yang nekat jalan terus meskipun dengan jantung empot-empotan dan nyali tinggal kulitnya saja. Mungkin, tindakan nekad semacam itu, meski penuh gemetar dan ragu, justru merupakan wujud dari keberanian yang sesungguhnya. Keberanian yang diam-diam bertahan di tengah badai.

Entahlah.

Realitanya, sekalipun dengan pikiran kacau dan jantung gedebugan, saya tetap bisa melewati hari-hari yang sulit dan menakutkan dengan berbagai cara yang lebih mirip nasib mujur ketimbang hasil dari rencana matang. Tapi mungkin, kebetulan itu juga cara Tuhan menunjukkan bahwa kita tidak sendirian.

Kata orang, keberanian itu privilege anak muda yang yang masih punya energi untuk lari dari debt collector, atau petualang yang mendaki gunung sambil tersenyum. Ternyata, keberanian versi lansia 60-an seperti saya justru unik. Meskipun terpaksa dan sambil nyaris jantungan, ternyata saya tetap bisa melangkah, melewati banyak tantangan yang sebenarnya membutuhkan nyali besar untuk menghadapinya.

Hidup Tidak Adil, Tapi Bukan Alasan untuk Berhenti

Hidup ini seperti permainan catur di mana kita cuma punya pion dan raja—sementara lawan punya seluruh pasukan. Aturannya tidak jelas, kadang licik, dan seringkali terasa kejam. Tapi satu hal yang saya pelajari: berani bukan soal menang.

Berani adalah ketika saya tahu, peluang tipis, tapi tetap memilih bertahan.
Berani adalah ketika saya menangis di kamar mandi, lalu keluar dengan wajah tenang. Berani adalah percaya bahwa setiap langkah, betapapun goyahnya, masih berarti.

Saya tidak berharap hidup tiba-tiba cerah seperti iklan skincare. Tapi saya percaya, selama saya masih bergerak—meski sambil gemetar—akan selalu ada pintu yang terbuka, sekecil apa pun. Mungkin Fortuna tidak datang dengan hadiah besar, tapi cukup dengan angin segar yang mengingatkan: "Kamu tidak sendirian."

Untuk Anda yang Juga Merasa Kalah

Jika hari ini Anda merasa seperti pion terakhir di papan catur, ingat ini:

  • Hidup tidak adil, tapi bukan akhir cerita. Kebahagiaan bisa datang dari hal-hal kecil yang luput dari perhitungan.
  • Keberanian itu tidak selalu gagah. Kadang ia hanya bisikan, "Coba lagi besok."
  • Tidak perlu jadi pahlawan. Cukup jadi diri sendiri yang tetap bangun, meski dunia terasa berat.


HOME

Tidak ada komentar: