Malam setelah bertemu dokter bedah digestif, dan menyatakan setuju pada rencana tindakannya, saya justru kembali galau. Saya tidak bisa tidur, teringat ibu saya, salah satu Bu Dhe dan seorang tante. Semuanya berpulang karena kanker. Wajah-wajah mereka satu per satu bermunculan di kepala saya, seperti parade kenangan yang tak diundang. Dan entah kenapa, semua cerita tentang kemoterapi yang “lebih menyakitkan dari sakitnya sendiri,” tentang radiasi yang “melemahkan sampai tidak bisa bangun dari tempat tidur,” semua itu mendadak keluar dari arsip lama di otak saya — lengkap dengan efek suara dan musik latar horor.
Dulu saya mendengar cerita-cerita itu dengan kepala dingin. Tapi sekarang? Mereka berubah jadi monster-monster pikiran yang tidak bisa saya usir.
Saya berusaha rasional. Saya buka laptop, mencari informasi dari sumber-sumber yang katanya tepercaya: Mayo Clinic, WHO, laman rumah sakit besar, jurnal-jurnal kesehatan. Tapi ternyata, membaca data dan istilah medis saat mental sedang remuk bukanlah ide bagus. Kalimat seperti “efek samping umum: mual, muntah, kerontokan, kelelahan kronis, neuropati, gangguan sistem kekebalan” terasa seperti daftar siksa yang siap mengantri di depan pintu rumah.
Saya ingin menenangkan diri, tapi justru makin panik. Tidur tidak bisa, makan tidak selera, berbicara terasa seperti pekerjaan berat. Malam itu benar-benar seperti hukuman — bukan semata-mata karena kankernya, tapi karena ketidakpastian yang tiba-tiba kembali mengambil alih hidup saya.
Setelah semalam penuh kepanikan dan pencarian informasi yang tak kunjung menenangkan, akhirnya saya mendapat penjelasan dari salah satu teman, seorang tenaga medis yang tinggal di sisi lain Indonesia. Melalui video call dia menjelaskan tentang kanker dan terapinya secara rinci dan sistematis.
Saya mengangguk. Badan saya duduk tegak ,tapi otak saya seperti tersedot ke dalam kabut.
Yang terjadi setelah itu bukanlah rasa lega. Justru sebaliknya. Dan di titik itu, saya benar-benar limbung. Begitu kerasnya tekanan terhadap batin, saya sampai mengalami diare lebih dari 4 kali dalam waktu yang bahkan belum cukup buat orang lain menyelesaikan sarapan.
Perut saya mules. Kepala berdenyut. Pikiran kusut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar