Seorang content creator mengeluh, karena mulai 2026 penghasilan dari FBPro akan dikenai pajak.
Sebenarnya, pernyataan Sri Mulyani tentang rencana
mengenakan PPh terhadap content creator hanya merupakan penegasan semata.
Sebagai pengingat bahwa penghasilan dari dunia maya, juga merupakan obyek
pajak.
Sebelum keburu ada yang ngegas, mari kita bahas dulu
ketentuan bakunya.
Pada dasarnya, setiap orang pribadi yang lahir, berada atau
berminat tinggal di Indonesia, memiliki kewajiban pajak dimulai saat orang
pribadi tersebut menerima dan memperoleh penghasilan, hingga orang tersebut
meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya (Kalau mau
lengkap, silakan baca langsung di UU Pajak Penghasilan 1984).
Menurut ketentuan itu, tidak perduli penghasilannya berasal
dari gaji sebagai karyawan kantoran, honor menyanyi, upah sebagai tukang kebun,
imbalan dari praktek dokter, atau “gaji” content creator, selama menambah
kemampuan ekonomi, dianggap sebagai obyek pajak. Maka penerimanya WAJIB PUNYA
NPWP dan WAJIB MELAPORKAN penghasilannya.
Tapi, meskipun sudah memiliki NPWP dan wajib lapor, TIDAK
SEMUA HARUS BAYAR PAJAK.
Sekarang kita bahas realitanya:
Sampai hari ini, tidak sedikit orang-orang yang sudah masuk
kategori kaya, masih bisa leluasa menikmati penghasilannya yang kadang super
gede, meskipun tidak memiliki NPWP. Ada kesan seolah dibiarkan oleh pemerintah.
Sehingga membuat orang awam beranggapan, hanya orang tertentu saja ( ASN,
karyawan dengan gaji di atas PTKP dan pengusaha besar) yang wajib punya NPWP.
Selain dari kelompok itu, boleh tidak perduli urusan pajak.
Maka ketika pemerintah mulai tegas terhadap UMKM, banyak pengusaha
yang merasa “kecil” karena hanya berdagang di kaki-lima, menjadi kaget.
Menjelang laporan SPT massa Januari 2025, tidak sedikit
teman-teman saya yang berprofesi sebagai tukang kebun, tukan service AC, driver
lepas, kaget. Pada saat menerima upah sebagai pekerja lepas, mereka ditanya
NIK. Ada yang upahnya dipotong pajak, tapi ada pula yang tidak.
Pertengahan 2025, giliran pedagang onlinedibuat heboh – hasil
penjualan di market place akan dipotong PPh final. Horegnya belum reda, menyusul
conten creator dibuat kaget pula – mulai tahun 2026 penghasilannya akan
dikenakan pajak.
Kalau pajak baru akan dikenakan mulai tahun depan, apakah
tahun ini dan sebelumnya masih bebas pajak?
Kalau mengacu pada UU Pajak Penghasilan tahun 1984, mestinya
sudah terhutang pajak. Penegasan diberikan supaya para creator yang sebelumnya
tidak tahu bahwa penghasilannya rupakan obyek pajak, punya cukup waktu untuk
belajar pajak.
Apakah selama ini ada creator yang sudah bayar pajak?
Sejak Program Pengungkapan Sukarela berakhir bulan Juni
2022, saya membantu beberapa teman menghitung PPh atas penghasilan yang mereka
peroleh dari Youtube. Pajaknya lumayan gede, karena dihitung menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Netto (NPPN).
Apakah tidak bisa dihitung menggunakan tarif PPh UMKM yang
0,5%?
Untuk sementara saya jawab, TIDAK. Penjelasannya akan saya
bahas pada postingan berikutnya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar