31 Januari 2025

Cara Sederhana untuk Tidak Ambruk


Pertama kali kena gampar pajak tahun 2013, saya marah berkepanjangan. Di saat kondisi finansial pas-pasan, membaca angka 500 juta yang tertulis di surat, membuat saya merasa dikerjain – padahal sebenarnya, kalau mau sedikit cermat membaca, angka yang semula saya anggap sebagai tagihan ternyata hanya selisih omset selama 3 tahun yang diminta klarifikasinya.

Kemarahan kali itu ternyata bukan hanya menyebabkan nalar mampet dan otak kusut, tapi sekaligus nggampar mental. Collateral damagenya luar biasa, sampai dokter yang rutin memantau kesehatan saya memberi saran supaya saya konsultasi ke psikolog.

Uniknya, saya mendapat solusi untuk mengurai otak yang sedang kusut berat justru dari driver rental yang kebetulan saya temui di bandara. Entah kenapa, driver senior ini tiba-tiba mendekat, lalu bertanya, kenapa tampang saya seperti orang kalah judi. Biasanya saya tidak suka ditanya-tanya seperti itu, cuma kali itu, merasa harus menghormati orang yang sudah terlihat lanjut usia, saya basa-basi menjawab, “Mumet digampar pajak

Berhubung penumpang yang dijemput sudah muncul, dia hanya sempat memberi satu saran pendek: Untuk mengatasi stress, saya disarankan merawat tanaman atau binatang.

Barangkali lantaran terlalu suntuk mikir hidup yang semakin ruwet, saran itu kemudian saya turuti.

Di rumah, anak dan istri terbiasa memberi makan kucing-kucing liar. Awalnya saya keberatan. Anggaran makan kucing lebih dari 500 ribu sebulan. Tapi setelah menjalani, saya merasa beban di kepala jadi lebih ringan. Lama-lama saya ikut senang. Bahkan akhirnya  bukan hanya memberi makan, tapi juga rela keluar duit, membayar biaya dokter untuk kucing-kucing yang sakit.

Padahal, gara-gara kesehatan terganggu, penghasilan utama saya jadi mampet. Masih ada rental mobil, tapi saat itu, sekedar untuk nutup biaya perawatan medis saja hasilnya belum memadai. Apalagi ditambah ngopeni anabul liar dan merawat tanaman yang ternyata tidak murah. Tapi perasaan lega dan merasa lebih waras secara mental memberi saya motivasi untuk “hidup kembali.

Meskipun tidak secara langsung membantu menyelesaikan masalah, merawat tanaman dan binatang, bersama aktifitas rutin menulis, membuat saya lebih tahan banting. Tidak gampang emosi dan lebih mudah mengurai masalah.

23 Januari lalu umur saya genap 63 tahun. Sebelumnya saya tidak pernah menganggap ulang-tahun sebagai momen istimewa, kali itu sedikit beda. Sejak melek jam 3 dinihari, pikiran saya terusik oleh kilas balik berbagai kejadian yang pernah saya alami, terutama ketika saya mengalami depresi 10 tahun lalu.

Tidak bisa saya ingkari, tanaman dan kucing punya andil besar menyelamatkan saya dari banyak tekanan mental.

Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah hanya sekedar sugesti, atau memang beneran ada alasan tertentu?

Seperti biasa, saya ambil kertas dan pena, lalu mulai corat-coret, menuliskan apapun yang membuat saya penasaran.

Setelah beberapa hari, saya mulai mendapat jawabnya.

Merawat makhluk hidup sepertinya menciptakan seragkaian perubahan positif dalam tubuh, pikiran dan perasaan. Paling tidak untuk sesaat mengalihkan dari pikiran negatif dan rasa tidak nyaman.

Gangguan kesehatan yang menjadi serius membuat pikiran gampang terjebak dalam kecemasan. Merawat makhluk hidup memaksa saya sering fokus keluar, harus selalu ingat untuk memberi makan kucing dan menyiram tanaman. Aktifitas ini sepertinya memberi kesempatan otak untuk istirahat sejenak.

Rutinitas merawat menciptakan struktur harian yang sederhana dan mudah dikelola. Melatih otak untuk kembali aktif secara terarah. Di samping itu, melihat tanaman tumbuh subur, dan kucing-kucing gemuk yang lincah membantu melawan perasaan tidak berdaya yang semula sangat dominan.

Pada akhirnya, saya menyadari bahwa solusi seringkali datang dari tempat yang tak terduga. Bukan dari obat mahal atau nasihat motivasi yang bombastis, tetapi dari tindakan sederhana. Memberi tanpa berharap mendapat balasan.


HOME

Tidak ada komentar: