Di rumah saya, halaman lebih dari sekadar tempat nyapu pagi, parkir motor, atau menjemur kasur. Halaman itu lebih mirip arena pertunjukan. Tempat para kucing guling-guling, dan kadang jadi arena tawuran dadakan.
Kenalan dulu dengan pasukan berbulu kami:
1. Uyong: Preman Lokal yang manja:
Dia kucing jantan. Badannya bongsor, berotot dan hobby berantem. Pernah saya bangun jam 3 pagi karena suara "MEOOOWWW!" panjang dan serak, ternyata Uyong lagi sparring sama kucing asing di atap rumah tetangga. Dia pulang dengan tampang bangga walau badan sedikit luka.
Tapi ada satu yang bikin saya heran: kalau ketemu istri saya, Uyong mendadak jadi Hello Kitty. Suara jadi lembut, gesek-gesek di kaki, lalu guling-guling. Kadang saya mikir, ini kucing apa aktor sinetron?
2. Ten, Si Unyu yang Lebih Suka Guling-Guling:
Ten jantan juga, tapi kebalikan total dari Uyong. Anteng, pendiam, dan sering tampak merenung, seolah memikirkan kehidupan. Tapi kenyataannya dia cuma nunggu kaki saya diam biar bisa jadi arena guling-guling manja. Tidak ada ambisi jadi preman. Kalau Uyong ribut di luar, Ten biasanya cuma melongok sebentar, lalu lanjut tidur.
Dia cocok jadi bintang iklan makanan kucing yang menenangkan. Atau jadi teman curhat saat saya stres mikir pajak, karena dia selalu ada—di dekat kaki.
3. Bubu, Emak Bijak yang Datang Saat Dunia Tidak Ramah:
Diberi nama Bubu karena berbulu abu-abu cantik. Dulu dia bukan kucing liar, dibuang saat hamil. Datang ke rumah dalam keadaan perut gede dan tatapan lapar. Kami beri makan, dia datang lagi, dan lagi. Sampai akhirnya lahiran di rumah. Sejak itu, dia menetap dan naik jabatan jadi Ibu Negara.
4. Noni, Kucing Kampung, Galak Sejak Lahir
Noni beda lagi. Kucing betina ini waktu masih kecil dan unyu, dibuang di rumah sebelah yang kebetulan tidak berpenghuni. Sekarang sudah cantik, gemuk, dan agak suka berantem. Dia kucing kampung yang sudah kenyang hidup di jalan, jadi begitu ada kucing luar nekad masuk halaman, langsung disikat. Dia sangat loyal pada Uyong. Kalau Uyong mulai berantem, Noni langsung ikut nimbrung. Mereka duet maut yang bikin kucing tetangga trauma mendekat.
Kucing Pendatang Adalah Target Bersama
Kadang ada kucing lain lewat. Baru muncul hidungnya di pagar, Uyong udah berdiri. Noni pasang mode waspada. Saya cuma sempat bilang, “Jangan—” eh, mereka sudah keburu tawuran. Biasanya berakhir dengan kucing pendatang kabur lompat pagar dan Uyong pulang dengan langkah slow-mo. Sementara Noni langsung duduk dan nyisir bulunya macam habis menyelesaikan misi rahasia.
Walaupun penuh drama, tawuran, dan bulu beterbangan, hari-hari kami tak pernah sepi. Kadang saya kesel karena kursi dan jok motor penuh cakar, tapi rasanya aneh kalau rumah ini tidak ada Uyong yang guling-guling ke istri, Ten yang nempel kayak stiker, atau Noni yang patroli.
Rumah ini mungkin bukan istana. Tapi buat mereka, ini wilayah kekuasaan—dan buat kami, ini rumah yang selalu hangat dan penuh cerita.