Halo, nama saya Djati Widodo.
Nama saya masih ditulis menggunakan ejaan lama karena saya memang produk jadul. Lahir tahun 1962, jadi ketika tulisan ini dibuat, umur saya sudah menjelang 64. Perasaan belum tua, ternyata sudah memenuhi syarat menjadi anggota Pos Yandu Lansia.
Saya masih aktif bekerja sebagai wiraswasta, mengelola rental mobil yang saya dirikan bersama teman-teman sejak tahun 2002. Belum pensiun. Selain karena penghasilan masih penting, pengalaman mengurung diri seminggu dirumah, mematuhi peraturan pemerintah saat Covid, membuat otak kopong. Jadi, bekerja bukan hanya soal uang, tapi juga menjaga supaya pikiran tetap waras.
Kadang orang bertanya, kapan saya akan punya waktu untuk menikmati hasil kerja? Jawaban saya sederhana, sejak awal saya sudah menikmati, tidak perlu menunggu pensiun. Kalau harus menunggu pensiun, bagaimana seandainya kesempatan saya bernafas mendadak dihentikan selagi masih muda? Hidup ini perjalanan yang harus dinikmati di setiap langkahnya. Tak perlu nunggu besok atau lusa, apalagi sampai pensiun.
Sejak 2014, saya dan istri yang memang hobi bercocok tanam mulai belajar bertani. Karena saya malas nyangkul dan kurang suka berpanas-panas, saya memilih hidroponik.
Selain menambah penghasilan, saya juga mendapat banyak teman. Bukan hanya teman bisnis, tapi teman dari berbagai penjuru tanah-air yang sering ngumpul bareng dalam acara family gathering.
Sayangnya, pada pertengahan 2022, saya terpaksa berhenti bertani. Bukan karena bosan apalagi bangkrut, tapi karena saya tidak tega terus-terusan jadi jagal kupu-kupu, ulat, dan belalang yang mampir di kebun. Silakan anggap saya aneh atau, seperti kata beberapa teman, baperan. Tapi begitulah kenyataannya.
Semua bermula dari 2015, ketika saya harus membuka tutup samping greenhouse karena suhu di dalam terlalu tinggi. Beberapa hari setelah perangkap serangga yang saya pasang terisi penuh, saya merasa diantara mereka, sambil sekarat, seolah bertanya, kami hanya mencari makan, kenapa dibunuh?
Saya sempat konsultasi ke psikolog, yang malah bertanya balik, “Kenapa Bapak tega makan daging?”
Karena daging-daging itu sudah tersedia, dan bukan saya yang menyebabkan binatangnya dibunuh. Saya hanya memanfaatkan yang sudah ada. Kalau tidak saya makan, sudah pasti akan dimakan orang lain, atau bisa jadi hanya berakhir di keranjang sampah. Saya tahu, itu adalah alasan yang absurd, tapi bagi otak saya, memang seperti itu adanya.
Beberapa tahun saya mencoba memberi pemahaman pada diri sendiri bahwa membunuh hama bukan tindakan salah. Mereka mengganggu, memang layak dibunuh. Ternyata tidak pernah berhasil. Akhirnya, saya terpaksa menyerah. Pada pertengahan 2022, saya memutuskan menutup lahan hidroponik.
Selain bertani, saya juga punya beberapa hobi, tapi yang paling saya tekuni adalah fotografi. Saya menyukai tantangannya. Dulu, saat masih memakai kamera analog, saya harus benar-benar cermat sebelum menekan tombol shutter. Komposisi, kecepatan rana, dan bukaan lensa harus diperhitungkan, karena setelah tombol shutter ditekan, tidak ada lagi yang bisa diubah. Tidak seperti sekarang, kartu memori bisa dihapus, foto bisa diedit. Seribu kali melakukan kesalahnpun tidak akan membuat anggaran belanja tekor.
Sekarang saya juga menggunakan kamera digital, tapi kebiasaan lama tetap saya pertahankan, tidak sembarangan menekan tombol shutter.
Menjadi tua bukan halangan untuk menikmati setiap langkah dalam hidup ini. Umur juga bukan alasan untuk berhenti berkarya, terus belajar, dan terus menikmati perjalanan.




Tidak ada komentar:
Posting Komentar